Hong Kong - Rurik Jutting adalah lulusan salah satu universitas paling bergengsi di dunia, Cambridge University. Pria Inggris itu juga hidup mapan sebagai bankir di Hong Kong. Ia bekerja di Bank of America Merrill Lynch.
Namun, siapa sangka, kekejaman tersembunyi di balik sosoknya yang pendiam.
Pada 1 November 2014, para penyelidik menemukan seorang perempuan, tak bernyawa, dalam kondisi telanjang dengan luka tusuk di leher dan bokongnya di ruang tengah sebuah flat di lantai 31 kompleks apartemen mewah di Distrik Wan Cai.
Jasad wanita lainnya ditemukan membusuk di sebuah koper di balkon. Tubuhnya yang termutilasi sebagian dibungkus lembaran karpet. Ada belatung ditemukan di sana. Bau busuk menguar dari unit apartemen itu.
Dua korban pembunuhan yang dilakukan Jutting adalah warga negara Indonesia (WNI), Sumarti Ningsih dan Jesse Lorena Ruri alias Seneng Mujiasih.
Kedua perempuan itu merantau jauh-jauh ke bekas wilayah protektorat Inggris itu demi menghidupi keluarga mereka.
Kasus pembunuhan tersebut mengguncang Hong Kong. Jarang ada kejahatan sebesar itu yang melibatkan ekspatriat yang ada di sana.
Pengadilan Jutting pun menjadi sidang pembunuhan terbesar di Hong Kong dalam beberapa tahun terakhir. Tak hanya menarik perhatian publik Hong Kong, Indonesia, bahkan dunia.
Sejumlah fakta mengerikan terungkap dalam sidang. Berikut empat di antaranya:
1. Video Penyiksaan Sadis
Suara itu terdengar jelas dari rekaman video ponsel yang dimainkan di laptop masing-masing hakim. Pria itu berteriak 'jika kamu bilang iya, aku akan memukulmu sekali. Jika kamu jawab tidak, aku akan pukul kamu dua kali'.
Rekaman video pengakuan penganiayaan, pemerkosaan, dan pembunuhan dua WNI oleh bankir Inggris di Hong Kong itu, diputar pada Senin 24 Oktober 2016 dalam persidangan kasus yang menjerat Rurik Jutting sejak 2014 lalu.
Dengan menggunakan rekaman ponsel, Jutting menjelaskan bagaimana dia memerkosa dan menyiksa Sumarti Ningsih, sebelum akhirnya membunuh perempuan malang itu.
Tidak hanya Sumarti yang menjadi korban kekejaman itu, seorang warga Indonesia lainnya, Seneng Mujiasih, juga menjadi 'mangsa' kekejian sang bankir.
Dalam rekaman Jutting terdengar mengancam Ningsih, mengatakan kepada perempuan 23 tahun itu untuk tidak menangis atau pun berteriak. Tidak hanya itu, video yang berjumlah total 43 rekaman itu juga memperlihatkan bagaimana pria 31 tahun itu memperkosa dan menganiaya WNI.
Hakim memutuskan menunda persidangan sampai dua pekan demi menunggu hasil pemeriksaan kejiwaan Rurik Jutting, tersangka pembunuh 2 WNI.
Beberapa video diputar tanpa gambar, hanya memperdengarkan suara saja karena isinya yang sangat tidak manusiawi.
Sementara itu rekaman lainnya ada yang hanya dilihat oleh para hakim saja, dan ada pula yang dipertontonkan untuk hadirin sidang. Namun walaupun begitu, tidak semua orang dalam ruangan pengadilan mampu menonton rekaman tersebut.
Ruangan sidang sangat sunyi, orang-orang seakan menahan nafas saat melihat bukti kekejian yang dilakukan Jutting kepada dua orang korbannya.
Beberapa hadirin bahkan memalingkan wajah ketika Jutting mengarahkan kamera pada tubuh tak bernyawa Ningsih yang tergeletak di lantai.
"Rekaman pertama, yang hanya diperlihatkan kepada hakim, menampilkan Jutting menganiaya Ningsih selama tiga hari sebelum menggorok leher perempuan malang itu," kata jaksa memberikan keterangan.
Sesekali terdengar dalam rekaman itu Jutting menyebut Ningsih 'gadis baik' dan bertanya apakah perempuan 23 tahun itu mencintai dia atau tidak.
2. Pengakuan Pembunuh Berdarah Dingin
'Namaku Rurik Juttin'
Rekaman video selanjutnya memperlihatkan Juttin merekam dirinya sendiri, diduga tak lama setelah kematian Ningsih. "Namaku Rurik Jutting, sekitar 5 menit lalu aku membunuh, menewaskan .... sial,"ujar Juttin dalam rekaman tersebut.
"Aku memerkosa dan menyiksa Ningsih. Aku menggorok lehernya di kamar mandi," ujar pria itu berbicara pada kamera iPhone-nya. Selama rekaman perbuatan kejinya diputar di ruang sidang pengadilan, Juttin hanya diam sambil memejamkan matanya.
Seperti dikutip dari CNN, Rabu (26/10/2016), jasad Ningsih dan Seneng ditemukan di apartemen Jutting pada November 2014, di mana satu jenazah ditemukan tergeletak di lantai, sementara yang lainnya dimasukkan ke dalam koper dan diletakkan di beranda.
Sumarti Ningsih dan Jesse Lorena dibunuh secara sadis oleh seorang bankir, Rurik Jutting. Mereka ditemukan tewas di apartemen milik tersangka di Wan Chai, Hong Kong.(The Telegraph)
3. Pecandu Kokain
Sedikitnya 26 bungkus kecil kokain ditemukan di dalam apartmen terdakwa saat polisi menggeledah tempat tinggalnya yang berada di distrik Wan Chai, Hong Kong, pada 25 Oktober 2014.
Ahli toksikologi, Lau Fei-lung, yang dihadirkan dalam persidangan mengungkapkan, pada saat terjadinya pembunuhan, terdakwa 'sangat kecanduan' pada kokain.
Jutting juga mengonsumsi 4 botol minuman anggur atau (wine) per hari, juga sejumlah besar minuman energi Red Bull.
Meski demikian, menurut Lau, meski menenggak obat terlarang dan alkohol dalam jumlah besar -- yang bisa membikin orang biasa koma -- Jutting dalam kondisi sadar dan mengendalikan aksinya pada saat ia melakukan pembunuhan sadis.
Walaupun mengaku telah membunuh Ningsih dan Seneng, Jutting menyatakan bahwa dia tidak merasa bersalah telah menyebabkan hilangnya nyawa kedua perempuan Indonesia itu.
"Aku tidak merasa begitu bersalah telah membunuh mereka. Ya, aku mengaku telah membunuh Ningsih dan Seneng," kata Juttin.
Jika terbukti bersalah dalam kurun waktu 2-3 minggu ini, Juttin terancam dihukum penjara seumur hidup.
Jutting pertama kali muncul di pengadilan lokal pada 2014 di mana ia mengenakan kaus dan kacamata berwarna hitam serta celana jins.
Namun pada 2014, pria itu sama sekali tidak memberikan pembelaan. Sementara itu, laporan psikologi menunjukkan ia dalam kondisi sehat untuk diadili.
4. Niat Culik Gadis Inggris, Dijadikan Budak Seks
Persidangan juga menguak fakta lain yang mengerikan. Yang untungnya, masih sebatas niat.
Rurik Jutting terungkap ingin menculik tiga murid dari sekolah khusus perempuan Wycombe Abbey di Buckinghamshire.
Dalam video yang direkam di iPhone, ia mengakui fantasi sadisnya itu. "Mereka, katakanlah, berusia 15 tahun. Aku akan mengubah tiga gadis itu jadi budak seksku. Akan menyenangkan memainkan psikologis mereka melawan satu sama lain," kata dia.
Jutting juga mengaku ingin menyiksa dan memerkosa sejumlah gadis muda. Untuk 'menambah pengalaman'.
Menuntut Keadilan
Baik Ningsih maupun Seneng merupakan buruh migran asal Indonesia di Hong Kong. Negara mantan koloni Inggris itu selama ini memang dikenal sebagai "rumah" bagi banyak buruh migran Indonesia dan Filipina di mana rata-rata dari mereka bekerja sebagai asisten rumah tangga.
"Dia hanyalah seorang perempuan biasa. Seperti aku dan banyak perempuan lainnya, dia terpaksa bekerja ke luar negeri untuk menghidupi keluarganya," ujar sepupu Ningsih, Jumiati.
Seneng juga datang ke Hong Kong sebagai pekerja migran, tapi pihak Konsulat Jenderal RI Hong Kong mengonfirmasi bahwa visa kerjanya telah berakhir pada 2012
Pada akhir pekan kemarin, sejumlah buruh migran asal Indonesia menggelar unjuk rasa di Victoria Park-tempat mereka berkumpul di akhir pekan.
Para buruh migran ini menuntut keadilan bagi kedua korban dan mendesak pemerintah Indonesia untuk memberikan bantuan kepada pihak keluarga.
sumber : liputan6.com
loading...