wartaberitatki.com - Seorang buruh migran asal Desa Patimuan Kecamatan Patimuan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Siti Romlah, tak digaji selama sembilan tahun di Malaysia.
Dia terpaksa memalsu KTP lantaran saat berangkat ke luar negeri masih berusia 14 tahun dan belum ber-KTP.
Kepala Desa Patimuan, Icuk Sudiarto mengatakan saat ini tengah mengumpulkan berkas untuk keperluan pengaduan ke Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI). Sebab, saat berhasil kembali ke tanah air, Siti Romlah hanya memiliki berkas perjanjian kerjasama dengan agensi perusahaan penempatan tenaga kerja Swasta (PPTKIS).
Icuk menjelaskan, saat berangkat ke luar negeri, Siti Romlah masih berusia 14 tahun. Waktu itu, Siti bekerja di Jakarta. Kemudian seseorang menawari Siti bekerja di Malaysia dengan gaji tinggi. Lantaran belum memiliki KTP, nama Siti Romlah dipalsu menggunakan nama Sriyanti dan usianya dituakan sehingga bisa memiliki paspor dan visa kerja. Semua itu, kata Icuk, dilakukan oleh perusahaan yang memberangkatkan Siti.
“Jadi usia 14 tahun dia merantau ke Jakarta. Kemudian ditawari kerja ke luar negeri. Karena usianya waktu itu juga belum ber-KTP, jadi namanya juga diganti menjadi Sriyanti itu,” ujar Icuk.
Icuk mengungkap, hingga saat ini majikan di Malaysia masih menjanjikan akan memberi gaji kepada Siti Romlah. Dengan syarat, Siti kembali bekerja ke Malaysia. Namun, ujar Icuk, Siti sudah kadung trauma dan enggan kembali ke sana. Sebab, seperti diakui Siti Romlah, majikannya di Malysia kerap melakukan kekerasan, seperti memukul dan marah-marah.
“Siti juga mengaku tak leluasa berkomunikasi karena tak boleh memegang handphone,” jelasnya.
Icuk mengungkap, untuk menyelamatkan Siti Romlah, dia dijemput oleh salah satu saudara yang sama-sama bekerja di Malaysia. Itu saja, harus dengan pengawalan kepolisian setempat.
“Makanya, karena gaji itu dijanjikian akan dikasihkan, keinginannya gaji itu ya diminta. Tetapi dia tidak mau berangkat ke sana lagi, karena takut,” bebernya.
Sementara, pegiat Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Cilacap, Akhmad Fadli mengatakan sudah menerima informasi awal kasus tersebut. Kata Fadli, pemberangkatan buruh migran di bawah usia adalah tindakan illegal dan terdapat indikasi trafficiking atau perdagangan anak di bawah umur. Apalagi, dalam regulasi, pekerja sektor domestik mestinya berumur 21 tahun ke atas.
“Kami tengah mengumpulkan informasi untuk kemudian mengadvokasi kasus tersebut. Dua dokumen yang tersisa, menurut Fadli, adalah nota perjanjian kerja dengan agensi dan paspor atas nama Sriyanti,” kata Fadli.
Fadli menambahkan, dalam waktu dekat ini akan mendampingi Siti Romlah untuk melaporkan kasus tersebut ke Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Cilacap, BP3TKI Jawa Tengah dan BNP2TKI pusat. (purwokertokita)
loading...